Selasa, 03 November 2015
LEADERSHIP
Kelompok 7 ( Anggur )
Anatasya Gabrilea ( 10513830 )
Gina Permatasari ( 13513737 )
Sinta Parwati ( 18513504 )
Yulsafa Tifanny ( 19513585 )
Muhamad Nurdin (15513753 )
Aulia syarafina (17511941)
Mata Kuliah: Psikologi Manajemen
Kelas: 3PA06
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kepemimpinan tentu ada seorang pemimpin yang
bertugas untuk menjalankan semua kegiatan dalam pengaturan sebuah organisasi
atau perusahaan. Kepemimpinan berkaitan dengan kecakapan, sikap, keterampilan
dan pengaruh seseorang terhadap apa yang dia pimpin. Pemimpin juga harus
memiliki kualifikasi jiwa kepemimpinan yang mampu mempengaruhi orang lain dalam
melakukan aktivitas atau kegiatan yang berkaitan dengan tujuan terbentuknya
sebuah organisasi tertentu. Pemimpin juga harus memenuhi segala macam
kualifikasi yang dibutuhkan, termaksud dalam memberikan contoh yang baik kepada
tim atau bawahannya sehingga ia layak disebut sebagai pemimpin.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi leadership?
2. Ada berapa macam teori kepemimpinan partisipatif
dan jelaskan?
Tujuan
Dapat memahami dan menjelaskan definisi leadership
dan teori kepemimpinan partisipatif menurut dougkes Mx Gregor, Rensit Likert,
tannenbaum & Schmidt, Vroom & Yetten, Fiedler dan Konsep path goal
theory.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Leadership
Kepemimpinan mempunyai pengertian
dan definisi yang berbeda. Para peneliti dan praktisi mendefinisikan
kepemimpinan sesuai dengan perspektif‐
perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian
mereka. Sehingga menurut penelitian Bass & Stogdill (dalam Yukl, 1998)
mengenai pengertian dan definisi kepemimpinan menyimpulkan bahwa “terdapat
hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang
telah mencoba mendefinisikan konsep tersebut.” Pendapat ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Hughes, et all (2002) bahwa perbedaan definisi kepemimpinan
karena perbedaan cara meneliti, variasi alat ukur, dan perbedaan aspek
kepemimpinan itu sendiri. Sedangkan menurut Yukl (1998) perbedaan tersebut
disebabkan oleh berbagai aspek, antara lain: aspek siapa yang menggunakan
pengaruh, sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut, cara bagaimana
pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan pengaruh
tersebut.
2. Teori Kepemimpinan Partisifatif
a. Teori X &
Teori Y dari Dougles Mc Gregor
Salah
satu model perilaku kepemimpinan adalah Teori X dan Y yang dikemukakan oleh
Douglas Mc Gregor. Teori X dan Y didasarkan pada berbagai asumsi tentang para
karyawan/pegawai dan bagaimana memotivasi mereka. Berbagai asumsi yang
mendasari Teori X dan Y adalah:
Teori X
|
Teori Y
|
Karyawan cenderung tidak suka (malas)
bekerja, kalau mungkin menghindarinya.
|
Karyawan suka bekerja.
|
Karyawan selalu ingin diarahkan.
|
Karyawan yang memiliki komitmen pada
tujuan organisasi akan dapat mengarahkan dan mengendalikan dirinya sendiri.
|
Manajer
harus selalu mengawasi kerja.
|
Karyawan
belajar untuk menerima bahkan mencari tanggung jawab pada saat bekerja.
|
Asumsi
yang dikembangkan Teori X pada dasarnya cenderung negatif dan gaya kepemimpinan
yang diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk
(directive leadership style). Gaya kepemimpinan petunjuk sangatlah tepat
diterapkan manakala karyawan yang menjadi bawahannya tersebut cenderung pasif,
malas bekerja, tidak kreatif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, peran
pengarahan yang dilakukan oleh manajer suatu organisasi menjadi sangatlah
dominan dan penting bagi kemajuan organisasinya tersebut. Tanpa arahan yang
jelas dan baik, kinerja karyawan akan buruk, tugas-tugas pekerjaan yang
dibebankan tidak dapat diselesaikan tepat waktu, atau kualitas penyelesaian
pekerjaannya rendah.
Sementara
itu, asumsi yang dikembangkan dalam Teori Y pada dasarnya cenderung positif dan
gaya kepemimpinan yang diterapkannya adalah gaya kepemimpinan partisipatif (participative leadership style). Dalam
Teori Y diasumsikan bahwa karyawan cenderung berperilaku positif. Karyawan pada
dasarnya memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak malas bekerja, ingin kerja
mandiri, dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan suatu
organisasi. Di samping itu, karyawan juga memiliki kecenderungan untuk memiliki
rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap setiap pekerjaan yang mereka kerjakan.
Oleh karena itu, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam situasi tersebut
adalah gaya kepemimpinan partisipatif dimana para karyawan dilibatkan didalam
proses pengambilan keputusan.
b. Teori 4 sistem dari
Rensit Likert
Kepimpinan
yaitu kepercayaan terhadap bawahan, cara pengambilan keputusan, standar
penilaian dan metode pelaksanaan tugas, cara pemimpin memotivasi bawahan, dan
pola komunikasi antara pemimpin dengan bawahan. sikap dan tindakan yang dilakukan
pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan.
Dalam
gaya yang berorientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:
· Pemimpin memberikan petunjuk kepada
bawahan.
· Pemimpin selalu mengadakan pengawasan
secara ketat terhadap bawahan.
· Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa
tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai dengan keinginannya.
· Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan
tugas dari pada pembinaan dan pengembangan bawahan.
Gaya
kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan ditandai dengan
beberapa hal sebagai berikut :
ü Pemimpin
lebih memberikan motivasi dari pada memberikan pengawasan kepada bawahan.
ü Pemimpin
melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
ü Pemimpin
lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling menghormati
di antara sesama anggota kelompok.
Salah
satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan adalah ada
empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert 4 sistem tersebut terdiri dari
o
Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
Manajer
membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para
bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara kaku
ditetapkan oleh manajer komunikasi atasan dan bawahan memiliki jarak yang jauh.
o
Sistem 2, otoritatif dan benevolent:Manajer
tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebuntuk memberikan
komentar terhadap perintah-perintah tersebut. Informasi mengalir keatas
dibatasi untuk manajemen apa yang ingin didengar dan keputusan berbagai
fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan
o
Sistem 3, konsultatif :
Manajer
menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu
didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan-keputusan
mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Keputusan besar datang dari atas
sementara ada beberapa lebih luas keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Penghargaan
lebih digunakan untuk memotivasi bawahan dari pada ancaman hukuman.
o
Sistem 4, partisipatif:
Sistem
yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya
berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh
kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan
setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi
bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis
tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang baik kelompok
manejemen mendorong partipasi dan keterlibatan dalam menetapkan tujuan kinerja
yang tinggi.
State
university of Michigan studies ( Rensis Likers) dan the managerial grid (blake
& mouton). Studi Ohio state university penelitian ini menghasilkan
perkembangan dari dua dimensi perilaku kepemimpinan berdasarkan tugas yang
disebut dengan struktur prakarsa (initiating structure) dan perilaku pemimpin
yang berorientasi pada karyawan yang disebut dengan pertimbangan
(consideration) . Initiating structure menyangkut perilaku dimana pemimpin
mengorganisir dan mendefinisikan hubungan-hubungan dalam kelompok fokus
pemimpin pada tujuan dan hasil. Consideration menyangkut perilaku yang
menunjukan persahabatan, saling mempercayai respek serta hubungan antara
pemimpin dan bawahan yang kondusif. Pemimpin mendukung komunikasi yang terbuka
dan partisipatif. Manajer yang berorientasi pada produk ( production oriented)
dan manajer yang berorientasi pada karyawan (employee oriented) dari hasil
penelitian ditemukan bahwa manajer yang berorientasi pada produk menetapkan
standar kerja yang kaku, mengorganisasikan tugas sampai detail, menentukan
metode kerja yang harus di ikuti dan mengawasi kerja karyawan secara ketat.
Sedangkan manajer yang berorientasi pada pada karyawan mendorong mendorong
partisipasi karyawan dalam menentukan sasaran dan keputusan lain yang
menyangkut pekerjaan serta membantu memastikan prestasi kerja yang tinggi
dengan membangkitkan kepercayaan dan penghargaan.
c. Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Schmidt
Tahun 1957, Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt
menulis salah satu artikel yang paling revolusioner yang pernah muncul dalam
The Harvard Business Review. Artikel ini, berjudul “Bagaimana Memilih sebuah
Pola Kepemimpinan, adalah signifikan dalam bahwa itu menunjukkan gaya
kepemimpinan adalah pilihan manajer.
Tujuh “pola kepemimpinan” yang di identifikasi oleh
Tannenbaum dan Schmidt.
Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di
bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari
masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan. Demokrasi (hubungan
berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh
bawahan.Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh
penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan
kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh
pemimpin berkurang secara proporsional.
1) Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas
yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa
sering untuk bertemu.
2) Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta
kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali
seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
3) Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin
menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan maka pemimpin membuat
keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu,
maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
4) Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin
tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh
kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik
untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
5) Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin
menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari
Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki
pertanyaan.
6) Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan
kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada
hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari
terbaik untuk bertemu.
7) Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin
membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa
tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan
bahwa berita itu kepada tim.
d. Teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach participation yang
memuat decicion tree for leadership dari vroom & yetton
Konsep Decision Tree of Leadership dari
Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.
Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat
berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang
mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang
dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik.
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan
meningkatkan produktivitas.
Normative Theory dari Vroom and Yetton sebagai berikut :
a. AI
(Autocratic)
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan secara unilateral,
menggunakan informasi yang ada.
b. AII
(Autocratic)
Pemimpin memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah
membuat keputusan unilateral.
c. CI
(Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah
itu membuat keputusan secara unilateral.
d. CII
(Consultative)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam
rapat, namun setelah itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII (Group
Decision)
Pemimpin membagi permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok
dalam rapat; Keputusan diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para
pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti:
apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya
memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas
tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya
dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting
untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para
bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah
ini.
a) Normative Theory: Rules Designed To Protect
Decision Quality (Vroom & Yetton, 1973).
b) Leader Information Rule: Jika
kualitas keputusan penting dan anda tidak punya cukup informasi atau ahli untuk
memecahkan masalah itu sendiri, eleminasi gaya autucratic.
c) Goal Congruence Rule: Jika kualitas keputusan penting
dan bawahan tidak suka untuk membuat keputusan yang benar, aturlah keluar gaya
partisipasi tertinggi.
d) Unstructured Problem Rule: Jika
kualitas keputusan penting untuk anda kekurangan cukup informasi dan ahli dan
masalah ini tidak terstruktur, eliminasi gaya kepemimpinan autocratic.
e) Acceptance Rule: Jika persetujuan dari bawahan
adalah krusial untuk implementasi efektif, eliminasi gaya autocratic.
f) Conflict Rule: Jika persetujuan dari bawahan
adalah krusial untuk implementasi efektif, dan mereka memegang opini konflik di
luar makna pencapaian beberapa sasaran, eliminasi gaya autocratic.
g) Fairness Rule: Jika kualitas keputusan tidak
penting, namun pencapaiannya penting, maka gunakan gaya yang paling
partisipatif.
h) Acceptance Priority Rule: Jika
persetujuan adalah kritikan dan belum tentu mempunyai hasil dari keputusan
autocratic dan jika bawahan tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi,
gunakan gaya yang paling partisipatif.
Model
ini membantu pemimpin dalam menentukan gaya yang harus dipakai dalam berbagai
situasi. Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai pada segala situasi. Fokus
utama harus pada masalah yang akan dihadapi dan situasi di mana masalah ini
terjadi. Gaya kepemimpinan yang digunakan pada satu situasi tidak boleh
membatasi gaya yang dipakai dalam situasi lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan :
v Beberapa
proses sosial mempengaruhi tingkat partisipasi bawahan dalam pemecahan masalah.
v Spesifikasi
kriteria untuk menilai keefektifan keputusan yang termasuk dalam keefektifan
keputusan antara lain: kualitas keputusan, komitmen bawahan, dan
pertimbangan waktu.
v Kerangka
untuk menggambarkan perilaku atau gaya pemimpin yang spesifik.
v Variabel
diagnostik utama yang menggambarkan aspek penting dari situasi kepemimpinan.
e. Teori
kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler
Para pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yg
spesifik. Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang
berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada
satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi
teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang
menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.
Asumsi dasar adalah bahwa sangat sulit
bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia berhasil,
penekanan pada efektifitas dari suatu kelimpok, efektivitas suatu organisasi
tegantung pada (is contingent upon), dua variable yang saling berinteraksi
yaitu: 1) system motivasi dari pemimpin, 2) tingkat atau keadaan yang
menyenangkan dari situasi.
Model kepemimpinan kontijensi Fiedler
(1964, 1967) menjelaskan bagaimana situasi menengahi hubungan antara
efektivitas kepemimpinan dengan ukuran ciri yang disebut nilai LPC rekan kerja
yang paling tidak disukai (Yukl, 2005:251). Fiedler menemukan bahwa tugas
pemimpin berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol rendah dan moderat
dan hubungan manajer berorientasi lebih efektif dalam situasi kontrol moderat. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin
dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas,
akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka
yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila
kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin
dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low
LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai
model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin
terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara
atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the
favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini
selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas
(the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
System kepemimpinan dibagi menjadi 3 dimensi:
1) Hubungan
pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai lebih banyak
kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan
anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan dipercaya.
2) Struktur tugas
Bahwa penugasan yang terstruktur baik,
jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh dari
pada kalau penugasaan itu kabur, tidak jelas dan tidak terstruktur.
3) Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan
pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia
memberi hukuman, mengangkat dan memecat, dari pada kalau ia memiliki kedudukan
seperti itu.
f. Teori
kepemimpinan dari konsep path goal theory
Path Goal theory (teori jalur tujuan)
dari kepemimpinan telah dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana perilaku
seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahannya. Teori ini
pertama kali diungkapkan oleh Evans (1970) dan House (1971). House (1971)
memformulasikan teori ini dengan versi yang lebih teliti dengan menyertakan
variabel situasional. Teori tersebut semakin dimurnikan oleh beberapa penulis
seperti Evans (1974); House dan Dessler (1974); House dan Mitchell (1974); dan
House (1996).
Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka
berikan terhadap motivasi para pengikut, kinerja dan kepuasan. Teori ini
dianggap sebagai path-goal karena terfokus pada bagaimana pemimpim mempengaruhi
persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan, tujuan pengembangan diri,
dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich, dkk, 2007:205).
Dasar dari path goal adalah teori motivasi ekspektansi. Teori awal dari path
goal menyatakan bahwa pemimpin efektif adalah pemimpin yang bagus dalam
memberikan imbalan pada bawahan dan membuat imbalan tersebut dalam satu
kesatuan (contingent) dengan pencapaian bawahan terhadap tujuan sepsifik.
Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku spesifik
dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan
berorientasi pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja,
penerimaan terhadap pimpinan, dan harapan mengenai hubungan antara usaha,
kinerja, imbalan.
Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh
pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan
diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi
eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang
berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kepemimpinan menurut
para peneliti dan praktisi mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif‐ perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Teori kepemimpinan partisipatif dibagi menjadi enam
macam yaitu: Teori X & Teori Y dari Dougles Mc Gregor, Teori 4 sistem dari
Rensit Likert, Theory of
Leadership Pattern Choice dari Tannebowm and Schmidt, Teori kepemimpinan dari
konsep modern choice approach participation yang memuat decicion tree for
leadership dari vroom & yetten, Teori
kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip dari Fiedler dan Teori
kepemimpinan dari konsep path goal theory.
DAFTAR PUSTAKA
Ivancevich,
dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. Jakarta : Erlangga.
Purwanto,
D. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta:
PENERBIT ERLANGGA
Kartini
Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan.
Jakarta : PT. Grafindo Persada
Djamaludin
Ancok. Hubungan Kepemimpinan
Transformasional dan Transaksional dengan Motivasi Bawahan di Militer. Journal
of Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 32. No. 2. Hal: 112-127.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar