Minggu, 26 Juni 2016

HUMANISTIK

Nama                      : Yulsafa Tifanny Putri
Kelas                      : 3PA06

Mata Pelajaran     : Psikoterapi

TEORI TERAPI HUMANISTIK

Istilah psikologi humanistik (humanistic psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960an bekerja sama dibawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalan psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).

Terapi eksistensial berpacu pada bahwa manusia tidak bisa lepas dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan eksistensial humanistik mengutamakan pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial humanistik yang menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesame, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya.

Konsep utama dari teori humanistik eksistensial itu ada tiga hal yang pertama kesadaran diri yang dimana manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan, semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu, kesadaran untuk memilih alternative-alternatif itu memutuskan secara besar dalam batasannya, kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab, manusia bertanggung jawab atas keberadaannya dan nasibnya. Yang kedua ada kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan yang dimana kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Lalu ada penciptaan makna yang diartikan manusia itu unik yang dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesama dalam suatu cara yang bermakna, karena manusia adalah makhluk rasional.


KASUS
“Kesulitan penyesuaian diri mahasiswa “S” dalam kehidupan kampus”

S berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1 mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7 minggu pertama ternyata nilai dari semua mata kuliah yang diambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2. PA memberitahu hal ini dengan tujuan dia bisa mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih aktif agar tidak terancam DO. Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. dia sangat menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk kedua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat S merasa sangat stress, sehingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.

Dalam pergaulan dengan teman-temannya S selalu merasa minder. Ketika kuliah dikelas besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman-teman seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno, karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak fashionable. Akibatnya S selalu menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul dengan teman-temannya. S lebih nyaman ketika masih duduk dibangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.

S, merupakan anak ke2 dari dua bersaudara(keduanya wanita). Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup “cemerlang” di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua anaknya, tetapi S merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang di bandingkan dengan dirinya.

ANALISA
Menurut aliran humanistik eksistensial kasus S bukan hanya sekedar masalah yang bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik anatara individu dengan masyarakat atau lingkungan sosialnya. Jika S melihat perbedaan yang sangat luas antara perbandingannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka akan muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan hal ini menghasilkan kecemasan atau anxity. Jadi, menurut pandangan humanistik eksistensialis kasus “S” terletak pada konsep diri yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya (real self) dengan diri yang diinginkan (ideal self). Hal ini muncul sehubungan dengan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau kendala dalam menjalani hari-hari dikehidupan selanjutnya, ia akan mengalami kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif.
Menurut teori humanistik eksistensial yang melihat kasus “S” sebagai hasil konflik diri yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat, maka teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak (damaged self). Tekniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi dirinya semaksimal mungkin.
Setiap permasalahan yang dialami oleh setiap individu sebenernya hanya dirinyalah yang paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, “S” sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang mengganggu dirinya. Karena menurut pandangan teori ini, sebagai hasil dari belajar (belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu ditakukan pembelajaran ulang agar terbentuk pola perilaku baru. Teknik yang digunakan adalah systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan konsep hirarki ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal-hal yang lebih kompleks. Pemberian reinforcement (penguat) juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan variasi yang tepat antara pemberian reward (jika ia memperlihatkan perilaku yang mengarah keperubahan) ataupun punishment (jika tidak ada perubahan perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana perubahan perilaku).

DAFTAR PUSTAKA

Corey Gerald. 2009. Teori dan praktek konseling dan psikoterapi.
Bandung: PT. Rafika Aditama.
Misiak, Henryk. 2005. Psikologi fenomenologi, eksistensial dan
humanistic. Bandung: PT Rafika Aditama.

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Diberdayakan oleh Blogger.